Kontroversi Moral: Nasib Seorang Pembunuh dan Pertanyaan Kekal di Neraka

Pembunuh

DISINIAJA.CO – Sebagian orang pernah bertanya, bagaimana mungkin seorang pembunuh yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja bisa kekal di neraka.

Padahal, dosa pembunuhan tidak menyebabkan seseorang keluar dari agama Islam sehingga dia akan kekal di neraka? Para ulama telah menjelaskan ayat ini dengan beberapa pendapat untuk mengompromikan hal ini.

Hal ini dapat dilihat dalam kitab-kitab yang telah mereka tulis. Oleh karena itu kita tetap membutuhkan penjelasan para ulama baik melalui perkataannya maupun tulisan-tulisan mereka tentang makna ayat yang terkadang kita anggap bertentangan padahal tidak demikian.

Dilansir dari laman Muslim, setidaknya ada enam pendapat para ulama tentang maksud “kekal di neraka” pada ayat ini.

Pendapat pertama: menyebutkan bahwa ancaman kekal di neraka pada ayat ini adalah jika seorang kafir membunuh seorang mukmin.

Namun, pendapat ini adalah pendapat yang lemah. Karena orang yang kafir, tidak beriman pada Alloh dan Rosul-Nya akan dibalas dengan neraka jahanam dan kekal di dalamnya selamanya, sama saja, apakah dia membunuh seorang mukmin atau tidak. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّ اللهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرًا خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا لاَيَجِدُونَ وَلِيًّا وَلاَنَصِيرًا

“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong.” (QS. Al Ahzab: 64, 65)

Pendapat kedua: menyebutkan bahwa ancaman kekal di neraka pada ayat ini ditujukan untuk orang yang menghalalkan untuk membunuh seorang mukmin.

Sehingga orang yang mengatakan bahwa membunuh orang mukmin adalah halal maka orang ini telah kafir dan ia kekal di neraka.

Pendapat ini juga adalah pendapat yang lemah. Imam Ahmad telah membantah pendapat ini dengan menyatakan bahwa orang yang menghalalkan untuk membunuh orang mukmin adalah kafir walaupun dia tidak melakukan pembunuhan tersebut.

Padahal sebagaimana kita pahami, bahwa ayat ini mengancam orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja.

Pendapat ketiga: menyebutkan bahwa pada kalimat ini terdapat kalimat lain yang merupakan kelanjutannya (dalam bahasa arab disebut, taqdir syarat). Sehingga ayat tersebut bermakna, 

“maka balasannya adalah neraka jahanam, kekal di dalamnya, jika Alloh membalasnya.” Namun pendapat ini perlu ditinjau kembali. Apa faedah penyebutan, 

maka balasannya adalah jahanam” kalau maksudnya terkait dengan jika Alloh membalasnya? Kemudian jika Alloh ta’ala membalasnya apakah balasannya adalah kekal di neraka? Jika orang itu menjawab “Ya,” maka masalahnya akan kembali muncul (bahasa Jawa: mbulet) yaitu bagaimana mungkin dosa yang bukan kekufuran dapat menyebabkan kekal di neraka?

Walhasil, ketiga pendapat ini adalah pendapat yang masih perlu ditinjau kembali. Karena ketiganya, tidak lepas dari pertentangan satu sama lain.

Pendapat keempat: menyebutkan bahwa ayat ini merupakan salah satu penyebab yang dapat menyebabkan seseorang kekal di neraka. Namun jika didapati adanya penghalang lain, maka sebab tersebut tidak dapat memunculkan akibat.

Misalnya, status sebagai seorang anak dapat menyebabkan seseorang mendapatkan warisan dari orang tuanya. Namun jika si anak tersebut adalah orang yang kafir, maka statusnya sebagai orang kafir, akan membatalkan hak warisnya.

Maka, perbuatan membunuh seseorang merupakan penyebab kekalnya seseorang di neraka namun statusnya sebagai seorang mukmin maka ia tidak kekal di neraka. Akan tetapi ada sedikit permasalahan yang muncul di benak kita, yaitu apa manfaat Alloh menyebutkan ancaman yang sangat keras ini?

Tidak, tentunya Alloh ta’ala tidak akan berfirman tanpa ada faedah di dalamnya. Tidak ada satu pun perkataan Alloh dalam Al Quran maupun apa yang Rosululloh sampaikan dalam sunnahnya hanya sekedar main-main tanpa hikmah di dalamnya.

Faedah penyebutan hukuman kekal di neraka adalah bahwa orang yang melakukan pembunuhan terhadap seorang mukmin dengan sengaja telah melakukan sebuah hal yang menyebabkan dia kekal di neraka. Padahal, hal yang menghalangi orang tersebut untuk bebas dari kekalnya jahanam (yaitu keimanan), bisa jadi ada dan bisa pula tidak ada.

Maka orang ini berada dalam ancaman bahaya yang sangat besar. Oleh karena itu, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin akan senantiasa berada pada kelapangan dalam agamanya selama ia tidak menumpahkan darah yang haram.” 

(HR. Bukhori 6862, Ahmad 2/94, Baihaqi dalam Sunan-nya 8/21 dan lain-lain). Maka jika seseorang menumpahkan darah yang haram, ia berada pada kondisi yang sangat kritis dalam agamanya bahkan dapat menyebabkan ia kufurwal’iyadzubillah.

Kesimpulan dari pendapat ini, bahwa melakukan pembunuhan dapat menyebabkan seseorang mati dalam keadaan kafir dan hal ini bisa menyebabkan dia kekal di neraka.

Namun jika orang ini memiliki keimanan, maka hal ini akan menyebabkannya terbebas dari ancaman kekal di neraka.

Namun bukan berarti dia tidak akan diazab dalam neraka, orang tersebut hanya bebas dari hukuman kekal di neraka, walaupun boleh jadi dia akan diazab dalam panasnya api neraka dalam waktu yang sangat lama.

Pendapat kelima: menyebutkan bahwa “kekal di dalamnya” pada ayat ini memiliki makna bahwa orang ini akan tinggal di jahanam alam waktu yang sangat lama bukan dalam waktu yang kekal. Hal ini sebagaimana jika disebutkan, “Fulan dihukum di penjara selamanya”, padahal penjara tidaklah kekal.

Pendapat ini adalah pendapat yang mudah dan tidak terlalu sulit untuk merenunginya. Pada ayat ini, Alloh tidak menyebutkan keabadian. Alloh tidak menyebutkan (خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً), “kekal di neraka selama-lamanya.” 

Akan tetapi, Alloh hanya menyebutkan (خَالِدِينَ فِيهَا ), “kekal di neraka” sehingga ayat ini memiliki makna bahwa orang tersebut tinggal di neraka jahanam dalam waktu yang sangat lama.

Pendapat keenam: menyebutkan bahwa ayat ini merupakan ancaman Alloh pada orang-orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Namun ancaman ini bisa jadi dilaksanakan dan boleh jadi tidak dilaksanakan. Hal ini sebagaimana jika ada seorang bapak yang berkata kepada anaknya, “Jika kamu keluar rumah, aku akan memukulmu dengan sapu.” 

Kemudian anaknya keluar rumah, namun bapaknya hanya memukulnya dengan tangannya. Maka hukuman yang diberikan pada anaknya lebih ringan dari pada ancaman yang diberikan. Demikianlah, Alloh ta’ala mengancam orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka jika Alloh mengampuni dan memaafkan orang ini, hal ini adalah sebuah kemurahan dari Alloh.

Namun pada pendapat keenam ini juga terdapat keganjilan, jika ancaman yang dijanjikan terjadi maka si pembunuh akan kekal di neraka. Padahal hal tersebut tidaklah benar berdasarkan dalil-dalil yang ada.

Walhasil, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang kelima yang menyebutkan bahwa makna “kekal di neraka” adalah tinggal dalam waktu yang sangat lama.

Atau pendapat yang keempat yang menyebutkan bahwa membunuh seorang mukmin dengan sengaja merupakan penyebab seseorang kekal di neraka, namun jika si pembunuh memiliki keimanan.

Maka hal tersebut akan menjadi penghalang sehingga dia tidak kekal di neraka. Kedua pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin.

 

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *