Bung Tomo Hingga Abdul Wahab Saleh, Tokoh Bersejarah di Hari Pahlawan 10 November

Bung Tomo, Hari Pahlawan

DISINIAJA.CO – Setiap tanggal 10 November, masyarakat Indonesia tengah memperingati Hari Pahlawan.

 

Meski sebagai hari bersejarah, Pemerintah tidak menetapkan Hari Pahlawan sebagai hari libur nasional.

 

Hal itu sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur yang diteken oleh Presiden RI pertama Soekarno.

 

Dilansir dari karya ilmiah berjudul Peristiwa-peristiwa Penting yang Melatarbelakangi Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya (2018) dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

 

Dalam karya tersebut tertera tentara Inggris mendarat di Jakarta pada 15 September 1945 dan pergi ke Surabaya pada 25 Oktober 1945.

 

Tentara Inggris yang tiba di Indonesia tergabung dalam Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) atas keputusan Blok Sekutu.

 

Mereka mengemban tugas untuk melucuti tentara Jepang dan membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang.

 

Selain menyerang tentara Jepang, tentara Inggris juga membawa misi untuk mengembalikan Indonesia sebagai negeri jajahan Hindia Belanda di bawah kendali pemerintahan Belanda.

 

Lalu, mereka menjalankan agendanya bersama Netherland Indies Civil Administration (NICA).

 

Rakyat Indonesia menyambut kedatangan pasukan sekutu.

 

Namun, setelah mengetahui mereka diboncengi NICA yang bertujuan ingin menegakkan kembali kekuasaan Hindia Belanda, bangsa Indonesia melawan.

 

Setelah kehadiran tentara Inggris dan NICA di Tanah Air, beberapa bentrokan tak bisa terhindarkan. Para santri bahkan juga ikut melawan Inggris usai KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan resolusi jihad pada 22 Oktober 1945. Alhasil, selama September hingga November 1945, pertempuran semakin memanas dan menelan banyak korban.

 

Puncak dari perlawanan bangsa Indonesia terjadi di Surabaya pada 10 November 1945. Di hari itu, pasukan Inggris melancarkan serangan ke seluruh pelosok kota. Dalam waktu tiga hari, hampir separuh kota dikuasai Inggris, tetapi pertempuran baru berakhir setelah tiga minggu berlalu.

 

Akibatnya, setidaknya enam ribu penduduk Indonesia gugur dan ribuan lainnya meninggalkan wilayah yang hancur. Peristiwa 10 November 1945 tersebut dianggap sebagai pertempuran terbesar pertama bagi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan selama masa revolusi kemerdekaan.

 

Berikut ini tokoh pertempuran 10 November 1945 antara pasukan Inggris dengan warga Surabaya yang melibatkan tokoh pahlawan nasional

 

Bung Tomo

 

Sutomo atau dikenal dengan sebutan Bung Tomo lahir di Surabaya pada 3 Oktober 1920. Selama pertempuran, Bung Tomo membangkitkan motivasi perjuangan rakyat Surabaya melalui pidatonya. Frasa “merdeka atau mati” yang diucapkannya menjadi pemantik semangat para pejuang.

 

Gubernur Suryo

 

Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo merupakan Gubernur Jawa Timur yang memainkan peranan penting dalam hal komunikasi untuk meminta bantuan kepada para pemimpin. Salah satu pidatonya yang terkenal bertajuk “Komando Keramat”.

 

Mayjen Sungkono

 

Mayjen Sungkono adalah Komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bertanggung jawab atas pertahanan di seluruh kota. Dia memberikan komando kepada pejuang melalui pertemuan langsung dan pidato yang disiarkan radio.

 

KH Hasyim Asy’ari

 

Hasyim Asy’ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Fatwa tersebut dianggap menginspirasi pidato Bung Tomo.

 

Mayjen Moestopo

 

Moestopo mengikuti pelatihan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor, Jawa Barat. Setelah pelatihan, dia ditunjuk menjadi komandan kompi di Sidoarjo, Jawa Timur dan ikut serta dalam menghadapi tentara Inggris.

 

HR Mohammad Mangoendiprodjo

 

Mohammad Mangoendiprodjo bertindak sebagai wakil Indonesia dalam komunikasi dengan pasukan Inggris di Surabaya. Ia juga memblokade gedung Bank Internatio untuk mengantisipasi tindakan pendudukan Inggris.

 

Abdul Wahab Saleh

 

Abdul Wahab Saleh adalah fotografer Antara yang berhasil mengabadikan momen perobekan bendera Belanda. Ia juga memotret peristiwa heroik arek-arek Suroboyo selama pertempuran 10 November 1945.

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *