DISINIAJA.CO – Keputusan Gus Miftah Maulana Habiburrahman, atau yang akrab disapa Gus Miftah, untuk mundur dari jabatan sebagai Utusan Khusus Presiden bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan menjadi momen besar dalam hidupnya.
Insiden video viral yang memicu kritik keras, bahkan hingga petisi pengunduran dirinya, membuat Gus Miftah akhirnya memutuskan kembali ke akar identitasnya sebagai pendakwah
Sejak menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden, Gus Miftah kerap terlihat mengenakan peci hitam sebagai penutup kepala. Menurutnya, peci hitam adalah simbol yang sangat dicintai oleh Presiden Prabowo Subianto.
Namun, setelah resmi mengundurkan diri, Gus Miftah mengganti peci dengan blangkon, simbol khas budaya Jawa yang mencerminkan identitas dirinya sebagai seorang pendakwah.
“Saat masih berada di UKP (Utusan Khusus Presiden), saya masih menggunakan peci sebagai satu simbol yang sangat dicintai oleh Bapak Presiden Prabowo. Tapi mulai hari ini, saya kembali menggunakan blangkon,” ujar Gus Miftah, Kamis (9/1).
Bagi Gus Miftah, blangkon tidak hanya simbol budaya tetapi juga cerminan dari kembalinya ia ke masyarakat dan pesantren, tempat dirinya memulai kiprahnya sebagai pendakwah.
“Blangkon juga menjadi identitas saya sebagai seorang pendakwah. Artinya, saya kembali kepada masyarakat, kembali ke pesantren seperti dulu. Tidak ada yang berubah,” tambahnya.
Keputusan mundur ini muncul setelah video Gus Miftah yang dianggap menghina penjual es teh saat pengajian di Magelang menjadi viral. Video tersebut memicu kritik tajam dan gelombang kecaman dari berbagai pihak. Bahkan, sebuah petisi dibuat untuk mendesak pengunduran dirinya sebagai pejabat Utusan Khusus Presiden.
Gus Miftah akhirnya memilih untuk mundur sebagai bentuk tanggung jawab. Meski demikian, ia menegaskan bahwa keputusan ini tidak mengubah komitmennya untuk tetap berdakwah dan berkontribusi bagi masyarakat.
Kini, Gus Miftah menegaskan akan fokus pada dakwah di pesantren dan masyarakat seperti sebelumnya. Dengan blangkon sebagai penutup kepalanya, ia berharap bisa terus membawa pesan-pesan positif dengan gaya khasnya.
“Artinya saya akan kembali ke masyarakat. Kembali ke pesantren. Ya, seperti dulu. Gak ada yang berubah,” tutupnya.
Langkah Gus Miftah ini menjadi bukti bahwa setiap perjalanan hidup memiliki babak baru, dan ia memilih untuk kembali ke akar identitasnya sebagai pendakwah yang dekat dengan masyarakat.